Memahami Perbedaan antara Digital Marketing dan Traditional Marketing
Mulai dari aplikasinya, kelebihan dan kekurangan masing-masing, hingga bagaimana bisnis atau perusahaan mesti menggunakan salah satu, atau bahkan keduanya.
Hai!
Sebelumnya terima kasih ya sudah subscribe dan menjadi bagian dari komunitas ini. Ya komunitas, karena kami berharap hubungan kita di sini tidak satu arah. Your feedback is most welcome, jadi kalau ada pertanyaan, pernyataan, atau hal yang mau didiskusikan, cara paling mudah adalah reply aja email ini yaa! 👍🏼
Ok, hal yang mau kami bahas pada catatan pekan ini adalah tentang perbedaan antara traditional marketing dan digital marketing; dengan fokus bahasan: apa sih digital marketing itu? Apa dan bagaimana perbedaanya dengan marketing sebelum era digital? Apakah yang baru lebih powerful, dan yang lama mesti ditinggalkan?
Ok, kita mulai ya! Ambil posisi nyaman dulu yaa, karena panjang nih... 😬

Oh iya, sebelumnya mari kita sama-sama sepakat dulu kalau yang dimaksud dengan marketing di sini adalah kegiatan mempromosikan sebuah produk atau layanan/jasa.
Karena, pengertian marketing yang sesungguhnya itu lebih dari sekadar promosi (detailnya bisa kita bahas kapan-kapan yaa); tapi istilah “digital marketing” dan “traditional marketing” yang orang biasa tahu memang hanya terbatas pada kegiatan promosi atau periklanan. It’s okay lah, selama kita ada di frekuensi yang sama.
Ok, apa itu digital marketing?
Berdasarkan pengertian marketing sebagai kegiatan promosi, maka digital marketing adalah kegiatan promosi produk atau layanan/jasa melalui media berbasis internet, atau daring alias online; seperti, blog, Instagram, YouTube, Facebook, WhatsApp, LINE, iklan di Google, e-commerce, dsb.
Kalau melihat laporan Nielsen yang dikutip dari Media Indonesia, untuk periode Juni 2018 sampai Juni 2019 saja, belanja iklan digital dari berbagai perusahaan di Indonesia tercatat lebih dari 9 triliun rupiah (atau 6% dari total belanja iklan pada saat itu, yaitu 165 triliun rupiah).
Dilihat dari sisi persentase, memang masih jauh lebih kecil dibandingkan iklan televisi yang menyerap sekitar 83% dari budget iklan atau promosi. Namun pertumbuhan pengguna dan makin meratanya akses terhadap internet membuat medium daring ini mengalami peningkatan alokasi belanja yang lebih pesat dibandingkan media lainnya.
Apa saja aktivitas digital marketing yang bisa dilakukan?
1. Organic Channel
Salah satu keunggulan digital marketing adalah lebarnya peluang untuk perusahaan atau pengelola bisnis berinteraksi langsung dengan calon konsumen maupun pelanggannya.
Melalui teknologi yang tersedia, kita bisa menerbitkan blog atau portal konten untuk sasaran pasar yang membutuhkan informasi. Seperti kanal Kabar Aspirasi dari PermataBank di bawah ini:

Contoh pilihan organic channel yang juga mulai digemari setahun terakhir adalah podcast. Meski (di Indonesia) kebanyakan belum “berani” membangun channel dan mengoptimalkan konten format audio ini, di luar negeri, brand seperti GE, Sephora, Johnson & Johnson, sampai Microsoft adalah beberapa dari banyak lainnya yang cukup serius menggarap channel ini:

Dan jika melihat semakin populernya virtual atau online event tiga bulan terakhir, akibat pandemi Covid-19, menjalankan event digital sebagai channel komunikasi bisa jadi pilihan yang menjanjikan. Entah formatnya webinar, virtual conference, online class, pertunjukan musik online, atau bahkan launching produk.
2. Organic Social
Menurut laporan We Are Social, 80% dari waktu yang dihabiskan orang Indonesia di internet, digunakan untuk mengakses media sosial. 80%!
Jadi, tak heran kalau hampir semua brand atau perusahaan besar, menengah, bahkan bisnis kecil memanfaatkan berbagai layanan media sosial terpopuler di Indonesia untuk memasarkan produk ataupun jasanya.
Contoh, Facebook Page-nya Tokopedia, akun Instagram Samsung Indonesia, atau YouTube Channel Tropicana Slim yang menyajikan konten video berseri seperti ini:
Atau resep masakan di bulan Ramadan, seperti ini:
3. Paid Social
Selanjutnya adalah paid social, yang merupakan aktivitas beriklan melalui platform media sosial.
Kalau sering nonton YouTube, kalian pasti pernah mendapatkan iklan di awal atau bahkan di tengah video pilihan kalian. Atau saat lagi seru scrolling di Instagram atau Twitter, eh muncul konten dari akun yang tidak pernah kalian follow, dengan keterangan promoted atau sponsored, seperti berikut ini:

4. Paid Search
Salah satu arena pertarungan paling sengit di dunia digital marketing adalah Google! Tujuannya masuk ke laman pertama dari hasil pencarian kata atau frasa tertentu. Untuk itu, pilihannya adalah kita mendapatkannya secara organik, atau beriklan di Google; seperti beberapa bisnis yang muncul dengan keterangan “Ad” di bawah ini:

5. Paid Influencers
Nah, ini adalah bentuk aktivitas yang makin populer dan jadi pilihan berbagai usaha, mulai dari korporasi sampai usaha kecil. Jika dibandingkan dengan kegiatan iklan internet lainnya, keunggulan paid influencers adalah: sekali bayar, pengiklan mendapatkan:
Ide konten promosi yang fresh dan sesuai dengan karakter si influencer;
Lalu kontennya sendiri, yang tentunya dibuat langsung oleh si influencer;
Dan channel distribusi, yang (lagi-lagi) tentunya adalah channel si influencer.
Bandingkan dengan paid social misalnya. Jika kita beriklan di Facebook, yang kita bayar itu baru biaya penempatan di channel distribusi, yang adalah Facebook. Sementara untuk ide konten dan produksinya, harus kita buat sendiri; dan pasti membutuhkan biaya tambahan.
Itulah yang membuat paid influencers berbeda dan menjadi salah satu pilihan beriklan favorit. Dan selain relatif lebih efisien dari sisi tenaga dan biaya, jika kita bekerja sama dengan 10 influencers berbeda, maka kita bisa mendapatkan 10 konten yang juga berbeda; semuanya membahas brand, produk, atau layanan yang kita tawarkan.
Contoh, posting terkait produk Autan berikut ini:
Atau, posting cerita tantangan pengemudi ojol (Grab) di masa pandemi ini:
Apa kelebihan dan kekurangan digital marketing?
Melihat pesatnya pertumbuhan pengguna internet —tak hanya di Indonesia, tapi juga dunia— menjalankan digital marketing makin terasa wajib dilakukan oleh berbagai kategori usaha. Tak hanya bisnis di sektor aplikasi teknologi, gadget atau fashion, tapi bahkan perusahaan yang menjual solusi IT, alat berat, hingga yang berada di sektor manufaktur pun selalu bisa memetik hasil dari kegiatan komunikasi di media internet.
Kelebihan digital marketing yang paling mudah diidentifikasi adalah:
Highly scalable - atau bisa dikembangkan secara efisien. Contoh, jika kita mengadakan event secara offline, kita terbatas dengan kapasitas ruangan. Namun kelas online, tidak memiliki batasan itu.
More interactive and engaging - kita bisa berkomunikasi, berinteraksi, dan mendapatkan respon langsung dengan sasaran konsumen dan pelanggan.
More measurable - kegiatan marketing di media digital lebih terukur.
Namun, bukan berarti pendekatan ini tidak memiliki potensi kekurangan; seperti:
Can be too complex - karena melibatkan banyak sekali channel dan perkembangannya sangat cepat; sehingga relatif sulit diikuti untuk dikuasai semua pelaku pemasaran. Akibatnya membutuhkan bantuan ahli, yang relatif membutuhkan biaya besar.
Dragged by trends - gelombang tren pemasaran online bisa membuat perusahaan atau usaha yang ingin melakukannya terpengaruh tren digital marketing yang terjadi, meski sebetulnya tren itu tidak cocok untuk mendukung bisnis yang dijalankan.
Maka itu, tidak ada yang lebih baik di antara digital marketing atau traditional marketing, karena keduanya justru bisa sangat powerful jika dikombinasikan dengan baik.
Apa itu traditional marketing?
Sebaliknya, traditional marketing adalah semua bentuk kegiatan promosi produk atau layanan/jasa melalui media yang tidak terhubung dengan internet.
Teorinya, pemasaran tradisional ini terbagi menjadi dua kategori besar, yaitu:
ATL – Above the line; yang mencakup periklanan di media seperti televisi, radio, majalah, atau billboard.
BTL – Below the line; yang mencakup kegiatan promosi melalui aktivasi atau sponsorship kegiatan seperti event, pameran, dsb.; lalu juga direct mail atau katalog produk.
Apa saja aktivitas traditional marketing yang bisa dilakukan?
1. Direct Mail
Pernah melihat selebaran menu katering yang tertempel di kulkas? Nah, itu adalah salah satu bentuk komunikasi yang termasuk dalam kategori direct mail.
Dulu (enggak tahu kalau sekarang), provider telekomunikasi seperti Telkomsel mengirimkan buletin ke rumah pelanggannya. Pada materi itu kita bisa mendapatkan informasi, mulai dari tips gaya hidup, sampai fitur layanan Telkomsel.
Untuk beberapa bisnis, seperti misalnya usaha katering tadi, format ini bisa menjadi pelengkap yang oke dari aktivitas digital marketing; karena mungkin tidak semua orang ingat atau merasa mudah mencari menu katering melalui smartphone atau media sosial yang dipadati ratusan bahkan ribuan konten.

2. OOH (out-of-home)
Pilihan format lain yang bisa sangat strategis mendukung aktivitas komunikasi digital yang dilakukan. Iklan baliho atau billboard kini bisa menjadi medium yang sangat menantang kreativitas; bagaimana menampilkan pesan yang mewakili brand value, marketing message, sekaligus bisa memicu percakapan di media sosial. Seperti yang pernah dilakukan oleh Gojek ini:

Selain itu, ada beberapa bentuk OOH lain seperti transportation branding, spanduk, poster, banner, display stand, hanging mobile, dsb; yang sebagian di antaranya juga biasa dijadikan POSM (point of sale materials) di titik penjualan produk.
Komunikasi melalui aktivitas iklan OOH juga bisa menampilkan materi video; seperti yang kalian bisa lihat di bioskop, mal, elevator, ruang tunggu airport, gerbong kereta dsb. Kategori ini populer dikenal sebagai DOOH atau digital-out-of-home.
3. Broadcasting Commercials
Dua medium penyiaran (broadcasting) utama pada kegiatan ini adalah televisi dan radio. Dan seperti sempat kita bahas di awal, menurut laporan Nielsen, iklan televisi masih mendominasi belanja iklan nasional; dan peminat iklan di radio (dengan berbagai format kreatif yang ditawarkan) pun tidak sedikit. Artinya, masih banyak perusahaan yang meyakini efektivitas dan efisiensi format iklan ini.
Ok, kapan-kapan kita bisa membuat catatan khusus soal format ini; mungkin dari hasil ngobrol-ngobrol dengan sutradara iklan televisi, produser radio, atau pihak perusahaan terkait apa yang sebenarnya mereka ukur dari beriklan di televisi ataupun radio. Gimana, ok enggak? 😌
4. Events
Pilihan format tradisional yang satu ini juga masih cukup digemari. Apalagi, konon orang Indonesia itu suka guyub dan kopdar. Kombinasi online dan offline yang seimbang juga mewarnai perkembangan media sosial di Indonesia sejak lebih dari 10 tahun lalu.

Komunitas yang terbangun di forum online atau media sosial, makin erat jika juga diturunkan dalam bentuk kegiatan offline, apapun bentuknya. Oh, dan kegiatan ini tidak mesti berbentuk acara hiburan, bisa juga demo produk, atau activation seperti yang dilakukan Colgate berikut ini:
5. Sponsorship
Terkait event, salah satu yang juga bisa dilakukan adalah menjadi sponsor acara tertentu, untuk meningkatkan brand awareness pada pengunjung acara tersebut.

Meski bisa ada perdebatan soal value dari kegiatan ini, namun mensponsori acara dengan skala besar dipercaya bisa memperkuat kredibilitas brand; dan akhirnya meningkatkan kepercayaan publik terhadap brand terkait.
Lalu, apa kelebihan dan kekurangan traditional marketing?
Laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa investasi untuk kegiatan traditional marketing merosot; mungkin itu karena pada akhirnya nanti, alokasi belanja iklan tidak lagi soal lebih besar digital atau tradisional, melainkan keseimbangan belanja iklan untuk mencapai tujuan bisnis yang diharapkan. Karena menurut kami, lebih ideal jika kedua pendekatan ini dilakukan secara berdampingan, dengan strategi yang kuat untuk mencapai hasil positif pada bisnis kita.
Karena, traditional marketing tetap memiliki kelebihan, seperti:
Authority - selain memiliki daya untuk membangun awareness, hal yang membuat pendekatan ini bisa memperkuat hasil awareness yang diraih dari digital marketing adalah authority dan kredibilitas brand yang semakin kuat di mata publik.
Familiarity - konsep pemasaran tradisional sudah berjalan sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Penerapannya secara modern juga sudah berjalan lebih dari 100 tahun. Bahkan untuk menjelaskan cara kerja beberapa teknik komunikasi digital marketing pada klien, lebih mudah jika menggunakan analogi dari teknik komunikasi traditional marketing.
Fit with the Culture - seperti sempat kami singgung, konon orang Indonesia itu suka dan lebih mengapresiasi interaksi langsung. Undangan perkawinan via Facebook mungkin ya oke lah; tapi akan lebih baik kalau kita memberikan undangan fisik, apalagi kalau diantarkan langsung ke rumah. Ya kan? 😉
Kekurangannya? Ya traditional marketing tidak seperti digital marketing yang scalable, efisien dan terukur; feedback loop-nya juga lambat, jangkauan interaksinya terbatas, dan sebagainya.
Tapi, jika ada biaya dan sesuai dengan kebutuhan bisnis, pilihan terbaik adalah mengkombinasikan digital dan traditional marketing semaksimal mungkin. Karena pada akhirnya bukan soal bagaimana perusahaan atau bisnis kita mengikuti tren marketing, tapi apakah kegiatan marketing kita menjawab tantangan pertumbuhan bisnis yang dijalankan. Apakah kegiatan marketing yang dijalankan memberikan kontribusi terhadap hasil bisnis perusahaan?
Dan untuk itu, prioritas kita bukan soal menentukan apakah budget event offline perlu dialihkan ke paid influencers, melainkan memahami dulu customer journey dari klien atau pelanggan kita; baru, kita menentukan pendekatan apa yang bisa dilakukan sesuai budget, namun bisa menghasilkan dampak maksimal pada tiap titik pengalaman konsumen terhadap bisnis kita.
Begitulah catatan pekan ini. Semoga berguna yaa! Kalau ada masukan terkait topik yang menarik untuk kami bahas dalam catatan di jurnal ini, silakan di-share aja yaa, dengan cara me-reply email ini.
Terima kasih sudah membaca! 😘
Leony & Sarah